lathif99

Ketika Amr melihat pasukannya dalam keadaan meresahkan cepat-cepat ia mengirim kurir kepada Muawiyah bin Hudaij untuk minta bantuan. Permintaan Amr itu segera dipenuhi Muawiyah bin Hudaij dengan mengerahkan pasukan besar. Melihat pasukan musuh yang berjumlah sangat banyak itu, Kinanah dan sejumlah anggota pasukannya turun dari kuda, lalu melancarkan serangan keras terhadap musuh dengan pedang. Dengan gigih ia menyerang terusmenerus, dan akhirnya gugur di medan tempur sebagai pahlawan syahid.

Setelah Kinanah mati terbunuh, Muawiyah bin Hudaij maju ke depan barisan untuk mencari-cari Muhammad bin Abu Bakar. Waktu itu para pendukung Muhammad sudah lari bercerai-berai meninggalkannya. Muhammad keluar berjalan kaki pelahan-lahan sampai tiba di sebuah rumah tua yang sudah rusak. Lalu masuk ke dalam untuk berlindung. Saat itu Amr rnasih bergerak terus sampai ke Fusthat, sedangkan Ibnu Hudaij masih terus mencari-cari Muhammad bin Abu Bakar. Akhirnya ia berjumpa dengan orang-orang yang sedang lari untuk menyelamatkan diri. Waktu Ibnu Hudaij bertanya apakah ada orang yang mencurigakan lewat, mereka menjawab: "Tidak!"

Tetapi kemudian salah seorang di antara mereka menambahkan: "Aku tadi masuk ke dalam rumah tua itu, dan kulihat di dalamnya ada seorang lelaki sedang duduk."

Seketika itu juga Muawiyah bin Hudaij berteriak: "Nah…, itu mesti dia…, demi Allah!" Bersama beberapa temannya ia masuk ke dalam, lalu Muhammad bin Abu Bakar diseret keluar dalam keadaan hampir mati kehausan, kemudian di bawa ke Fusthat. Ketika melihat saudaranya diseret-seret oleh Ibnu Hudaij, Abdurrahman bin Abu Bakar segera lari menemui Amr, kemudian berkata: "Demi Allah, saudaraku jangan sampai dibunuh perlahanlahan.

Perintahkan orang supaya melarang Ibnu Hudaij berbuat seperti itu! "Atas permintaan Abdurrahman, Amr memerintahkan supaya Muhammad bin Abu Bakar dibawa kepadanya. Akan tetapi Ibnu Hudaij menjawab: "Kalian telah membunuh anak pamanku, Kinanah bin Bisyir. Apakah aku harus membiarkan Muhammad hidup? Tidak!"

Dalam suasana sangat tegang itu Muhammad minta diberi air seteguk untuk menghilangkan dahaga. Permintaan Muhammad itu ditolak Ibnu Hudaij dengan kata-kata: "Setetespun engkau tidan akan kuberi air. Engkau dulu menghalang-halangi Utsman bin Affan sampai tidak bisa mendapatkan air minum, kemudian ia kau bunuh dalam keadaan "berpuasa" kehausan. Hai Ibnu Abu Bakar, demi Allah, engkau akan kubunuh dalam keadaan haus kekeringan. Biarlah Allah nanti memberi minum kepadamu dengan air mendidih dari neraka Jahim dan nanah!"

Muhammad bin Abu Bakar yang sudah hampir kehilangan tenaga masih menjawab dengan penuh semangat: "Hai anak perempuan Yahudi, pada hari itu nanti tidak ada urusan denganmu atau Utsman. Itu hanya semata-mata urusan Allah. Dia-lah yang akan memberi minum kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh, dan membuat musuh-musuh-Nya haus kekeringan! Yaitu orang-orang seperti engkau, teman-temanmu, orang yang mengangkatmu sebagai pemimpin, dan orang yang kau pimpin! Demi Allah, seandainya pedang masih ada di tanganku, orang-orangmu tidak akan dapat menyentuhku!"

"Tahukah engkau," tanya Muawiyah bin Hudaij, "apa yang akan kuperbuat atas dirimu? Engkau akan kujejalkan ke dalam perut bangkai keledai itu, lantas akan kubakar sampai hangus!"

"Kalau engkau berbuat seperti itu," ujar Muhammad bin Abu Bakar, "perbuatan itu sesungguhnya kaulakukan terhadap seorang hamba Allah yang shaleh. Demi Allah, mudah-mudahan Allah akan membuat api yang kau gunakan untuk menakut-nakuti itu menjadi sejuk dan tidak berbahaya. Sama seperti api yang digunakan membakar Nabi Ibrahim a.s. dahulu. Dan mudah-mudahan Allah akan membuatmu dan membuat pemimpin-pemimpinmu sama seperti Namrud dan orang-orang kepercayaannya. Semoga Allah akan membakarmu, membakar pemimpin-pemimpinmu, Muawiyyah dan orang itu (ia menunjuk dengan jari ke arah Amr bin AlAsh)…, dengan api neraka yang berkobar-kobar. Tiap hampir padam akan lebih dikobarkan lagi oleh Allah!"

"Aku tidak membunuhmu secara dzalim," jawab Muawiyah bin Hudaij. "Aku membunuhmu karena engkau telah membunuh Utsman!"

"Apa urusanmu dengan Utsman, orang yang telah berbuat dzalim dan mengganti hukum Allah," sahut Muhammad bin Abu Bakar dengan tegas. "Pada hal Allah telah berfirman (yang artinya): "Barang siapa menetapkan hukum tidak menurut apa yang telah diturunkan Allah, mereka adalah orang-orang kafir, orang-orang dzalim, orang-orang durhaka. Kami bertindak keras terhadapnya karena hal-hal yang telah diperbuat olehnya. Kami menuntut supaya ia melepaskan jabatan, tetapi ia menolak, dan akhirnya ia dibunuh orang!"

Mendengar jawaban Muhammad itu, Muawiyah bin Hudaij naik pitam. Pedang diayun dan Muhammad bin Abu Bakar dipenggal lehernya. Jenazahnya dijejalkan ke dalam perut keledai, kemudian dibakar sampai hangus.

Mendengar saudaranya mengalami nasib malang, Sitti Aisyah r.a. tersayat-sayat hatinya dan sangat sedih. Tiap selesai shalat ia selalu mohon kepada Allah s.w.t. supaya menjatuhkan adzab kepada Muawiyah bin Abi Sufyan, Amr bin Al Ash, Muawiyah bin Hudaij. Keluarga yang ditinggalkan Muhammad di pelihara oleh Sitti Aisyah r.a., termasuk Al-Qasim bin Muhammad.

Menurut berbagai sumber riwayat, sejak terjadinya peristiwa sangat kejam itu Sitti Aisyah r.a. tidak mau lagi makan panggang daging sampai akhir hayatnya. Tiap teringat kepada saudaranya, ia menyumpah-nyumpah: "Binasalah Muawiyah bin Abi Sufyan, Amr bin Al Ash, Muawiyah bin Hudaij!"

Sedangkan Asma binti 'Umais, ibu Muhammad, ketika mendengar kemalangan menimpa anak kandungnya, ia muntah darah dalam mushalla, akibat menahan marah dan dendam.

Waktu Imam Ali r.a. mendengar berita tewasnya Muhammad bin Abu Bakar, ia sangat pilu dan sedih. Tindakan buas terhadap Muhammad itu terbayang-bayang di pelupuk matanya. Dalam suatu khutbahnya sesudah kejadian itu ia mengatakan: "Mesir sekarang telah ditaklukkan oleh orang-orang durhaka dan pemimpin-pemimpin dzalim lagi bathil. Mereka itu ialah orang-orang yang selama ini berusaha membendung jalan menuju kebenaran Allah, dan orang-orang yang hendak menyelewengkan agama Islam. Muhammad bin Abu Bakar telah gugur sebagai pahlawan syahid. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya. Perhitungan tentang kematiannya itu kita serahkan kepada Allah."

"Demi Allah," kata Imam Ali r.a. selanjutnya, "sebagaimana kuketahui ia memang seorang yang penuh tawakkal kepada Allah dan rela menerima takdir Ilahi. Ia telah berbuat untuk memperoleh pahala. Ia seorang yang sangat benci kepada segala bentuk kedurhakaan, dan sangat mencintai jalan hidup orang-orang beriman."

"Demi Allah, aku tidak menyesali diriku karena tidak sanggup berbuat. Aku tahu benar bagaimana beratnya resiko penderitaan dalam peperangan. Aku sanggup dan berani menghadapi perang, aku mengerti bagaimana harus bertindak tegas, dan aku pun mempunyai pendapat yang tepat. Oleh karena itu aku berseru kepada kalian untuk memperoleh balabantuan dan pertolongan. Tetapi kalian tidak mau mendengarkan perkataanku, tidak mau mentaati perintahku, sehingga urusan yang kita hadapi ini berakibat sangat buruk.

"Kurang lebih 50 hari yang lalu, kalian kuajak membantu saudara-saudara kalian di Mesir, tetapi kalian maju mundur. Kalian merasa berat seperti orang-orang yang memang tidak mempunyai niat berjuang, yaitu orang-orang yang tidak pernah berfikir ingin memperoleh imbalan pahala."

"Akhirnya aku hanya dapat menghimpun pasukan kecil, jumlahnya sangat sedikit, lemah dan tidak kompak. Mereka ini seolah-olah hanya untuk digiring menghadapi maut yang ada di depan mereka! Alangkah buruknya kalian itu!"

Selesai mengucapkan khutbah yang pedas didengar itu, ia turun dan pergi. Teror Abdul Rahman bin Muljam Sekelompok orang-orang Khawarij berkumpul memperbincangkan nasib sanak famili dan teman-teman mereka yang telah mati terbunuh dalam berbagai peperangan. Mereka berpendapat, bahwa tanggung-jawab atas terjadinya pertumpahan darah selama ini harus dipikul oleh tiga orang: Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin Al Ash. Tiga orang itu oleh mereka disebut dengan istilah "pemimpin-pemimpin yang sesat".

Salah seorang di antara yang sedang berkumpul itu, bernama Albarak bin Abdullah. Ia bangkit berdiri sambil berkata: "Akulah yang akan membikin beres Muawiyah bin Abi Sufyan! "Teriakan Albarak itu diikuti oleh Amr bin Bakr dengan kata-kata: "Aku yang membikin beres Amr bin Al Ash!"

Abdurrahman bin Muljam tak mau ketinggalan. Ia berteriak: "Akulah yang akan membikin beres Ali bin Abi Thalib! "Tiga orang tersebut kemudian bersepakat untuk melaksanakan pembunuhan dalam satu malam terhadap tiga orang calon korban: Imam Ali r.a., Muawiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin Al Ash.



0 Responses

Posting Komentar