lathif99

Penilaian

Kata-kata Zubair ini tampaknya sangat menyakitkan telinga Khalifah Umar r.a. yang sabar itu.

Sambil memandang tajam ke arah Zubair, Umar r.a. berkata: "Tentang dirimu, Zubair…, kau itu adalah orang yang lancang mulut, kasar dan tidak mempunyai pendirian tetap. Yang kausukai hanyalah hal-hal yang menyenangkan dirimu sendiri, dan engkau membenci apa saja yang tidak kausukai. Pada suatu ketika engkau benar-benar seorang manusia, tetapi pada ketika yang lain engkau adalah syaitan! Bisa jadi kalau kekhalifahan kuserahkan kepadamu, pada suatu ketika engkau akan menampar muka orang hanya gara-gara gandum segantang."

Khalifah Umar menghentikan perkataannya sebentar, seolaholah mengambil nafas untuk mengumpulkan kekuatan dan mengendalikan emosinya. Kemudian ia meneruskan: "Tahukah engkau, jika kekuasaan kuserahkan kepadamu? Lalu siapa yang akan melindungi orang-orang pada saat engkau sedang menjadi syaitan? Yaitu pada saat engkau sedang dirangsang kemarahan?"

Tanpa menunggu jawaban Zubair, Khalifah Umar r.a. menoleh kearah Thalhah bin Ubaidillah, yang segera menundukkan kepala setelah melihat sorot mata pemimpin yang berwibawa itu.

Bukan rahasia lagi di kalangan kaum muslimin pada masa itu, bahwa sudah beberapa waktu lamanya Khalifah Umar r.a. memendam rasa jengkel terhadap tokoh yang satu ini. Peristiwanya bermula pada waktu Khalifah Abu Bakar r.a. masih hidup. Ketika itu Thalhah mengucapkan suatu kata kepada Abu Bakar r.a yang sangat tidak mengenakkan perasaan Umar Ibnul Khattab r.a

Setelah memandang Thalhah sejenak, Khalifah Umar r.a. bertanya: "Sebaiknya aku bicara atau diam saja?"

"Bicaralah!" sahut Thalhah dengan nada acuh tak acuh. "Tokh anda tidak akan berkata baik mengenai diriku!"

"Aku mengenalmu sejak jari-jarimu luka pada waktu perang Uhud," kata Khalifah Umar r.a. kepada Thalhah. "Dan aku juga mengenal kecongkakan yang pernah muncul pada dirimu. Rasul Allah wafat dalam keadaan beliau tidak senang kepadamu. Itu akibat kata-kata yang kauucapkan ketika ayat Al-Hijab turun."

Menurut catatan yang dibuat oleh Syeikh Abu Utsman Al Jahidz, perkataan Thalhah yang dimaksud ialah ucapan kepada salah seorang sahabat. Kata-kata Thalhah itu akhirnya sampai juga ke telinga Rasul Allah s.a.w.: "Apa arti larangan itu baginya (yakni bagi Rasul Allah s.a.w.) sekarang ini? Dia bakal mati. Lalu kita bakal menikahi permpuan-perempuan itu!"

Habis berbicara tentang pribadi Thalhah, Khalifah Umar r.a. melihat kepada Sa'ad bin Abi Waqqash. Kepadanya Umar r.a. berkata: "Engkau seorang yang mempunyai banyak kuda perang. Dengan kuda-kuda itu engkau telah berjuang dan berperang. Banyak sekali senjata yang kau miliki, busur dan anak panahnya. Tetapi qabilah Zuhrah (asal Saad), kurang tepat untuk memangku jabatan Khalifah dan memimpin urusan kaum muslimin."

Tibalah sekarang giliran Khalifah Umar r.a. menilai pribadi Abdurrahman bin 'Auf, yang rupanya sudah siap mendengarkan penilaiannya. "Jika separoh kaum muslimin imannya ditimbang dengan imanmu," kata Khalifah Umar r.a., "maka imanmulah yang lebih berat. Tetapi kekhalifahan tidak tepat kalau dipegang oleh seorang yang lemah seperti engkau. Qabilah Zuhrah (asal Abdurrahman bin 'Auf juga) kurang kena untuk urusan itu."

Abdurrahman tidak sepatah kata pun menanggapi penilaian Khalifah Umar r.a. atas dirinya. Ia membiarkan Khalifah berbicara lebih lanjut mengenai diri Iman Ali r.a. "Ya Allah, alangkah tepat dan baiknya kalau anda tidak suka bergurau!" kata Khalifah Umar r.a. dengan nada suara yang agak meninggi. Kemudian dengan suara merendah dikatakan: "Seandainya anda nanti yang akan memimpin ummat, anda pasti akan membawa mereka menuju kebenaran yang terang benderang."

Imam Ali r.a. tampak terjengah dan tersipu-sipu mendengar ucapan orang yang sangat dikaguminya. Juga ia tidak memberikan tanggapan terhadap penilaian yang positif atas dirinya.

Khalifah Umar r.a. akhirnya dengan serius menoleh kearah Utsman bin Affan r.a. Tangannya sudah makin melemah dan tenaganya sudah sangat berkurang. Tetapi ia memaksakan diri untuk menilai orang keenam yang ada di hadapannya itu. "Aku merasa seakan-akan orang Qureiys telah mempercayakan kekhalifahan kepada anda," kata Khalifah dengan suara lembut, "karena besarnya rasa kecintaan mereka kepada anda."

Wajah Khalifah Umar r.a. mendadak kelihatan sendu, seolah-olah sedang menahan perasaan getir yang menyelinap ke dalam kalbu. "Tetapi aku melihat nantinya anda akan mengangkat orang-orang Bani Umayyah dan Bani Mu'aith di atas orangorang lain. Kepada mereka anda akan menghamburkan harta ghanimah yang tidak sedikit." Suara Khalifah meninggi pula: "Akhirnya akan ada segerombolan 'serigala' Arab datang menghampiri anda, lalu mereka akan membantai anda di atas pembaringan."

Dengan nada peringatan yang sungguh-sungguh, Khalifah Umar r.a. mengakhiri kata-katanya: "Demi Allah, jika anda sampai melakukan apa yang kubayangkan itu, gerombolan 'srigala' itu pasti akan berbuat seperti yang kukatakan. Dan kalau yang demikian itu benar-benar terjadi, ingatlah kepada kata-kataku ini! Semua itu akan terjadi"



Cara Pemilihan

Berbicara tentag wasyiat Khalifah Umar r.a. menjelang wafat nya, Syeikh Abu Utsman Al Jahidz juga mengungkapkan keterangan Mu'ammar bin Sulaiman At Taimiy, yang diperoleh dari Ibnu Abbas. Yang tersebut belakangan ini diketahui pernah mendengar apa yang pernah dikatakan Umar Ibnul Khattab r.a. kepada para Ahlu Syuro menjelang wafatnya: "Jika kalian saling membantu, saling percaya dan saling menasehati, maka kupercayakan kepemimpinan ummat kepada kalian, bahkan sampai kepada anak cucu kalian. Tetapi kalau kalian saling dengki, saling membenci , saling menyalahkan dan saling bertentangan, kepemimpinan itu akhirnya akan jauth ke tangan Muawiyah bin Abu Sufyan!".

Perlu diketahui, bahwa ketika Khalifah Umar r.a. masih hidup, Muawiyah bin Abu Sufyan sudah beberapa tahun lamanya menjabat sebagai kepala daerah Syam. Ia diangkat sebagai kepala daerah oleh Umar Ibnul Khattab r.a. Sejarah kemudian mencatat, bahwa yang diperkirakan oleh Khalifah Umax r.a. menjelang akhir hayatnya menjadi kenyataan.

Klimaks dari penyampaian wasyiat oleh Khalifah Umar r.a. ialah memerintahkan supaya Abu Thalhah A1 Anshariy datang menghadap. Waktu orang yang dipanggil itu sudah berada didekat pembaringannya, berkatalah Khalifah Umar r.a. dengan tegas dan jelas, seolah-olah sedang melepaskan sisa tenaganya yang terakhir: "Abu Thalhah, camkan baik-baik! Kalau kalian sudah selesai memakamkan aku, panggillah orang Anshar. Jangan lupa, supaya masing-masing membawa pedang. Lalu desaklah mereka (6 orang Ahlu Syuro) supaya segera menyelesaikan urusan mereka (untuk memilih siapa di antara mereka itu yang akan ditetapkan sebagai Khalifah). Kumpulkan mereka itu dalam sebuah rumah. Engkau bersama-sama teman-i;emanmu berjaga jaga di pintu. Biarkan mereka bermusyawarah untuk memilih salah seorang di antara mereka.

"Jika yang Iima setuju dan ada satu yang menentang, penggallah leher orang yang menentang itu! J'ika empat orang setuju dan ada dua yang menentang, penggallah leher dua orang itu! Jika tiga orang setuju dan tiga orang lainnya menentang, tunggu dan lihat dulu kepada tiga orang yang diantaranya termasuk Abdurrahman bin 'Auf. Kalian harus mendukung kesepakatan tiga orang ini. Kalau yang tiga orang lainnya masih bersikeras menentang,penggal saja leher tiga orang yang bersikeras itu!.

"Jika sampai tiga hari, enam orang itu belum juga mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan urusan mereka, penggal saja leher enam orang itu semuanya. Biarlah kaum muslimin sendiri memilih siapa yang mereka sukai untuk dijadikan pemimpin mereka !".

Dari sekelumit informasi sejarah tersebut di atas, kita mengetahui, betapa tingginya rasa
tanggung-jawab dan jiwa kerakyatan Khalifah Umar Ibnul Khattab r.a. Secara tertib dan
terperinci, sampai detik-detik menjelang ajalnya, ia masih memikirkan caracara pengangkatan seorang Khalifah yang akan mengantikannya. Sambil menahan rasa sakit akibat luka-luka tikaman sejata tajam, ia masih sempat berusaha menyinambungkan kepemimpinan ummat Islam sebaik-baiknya.


0 Responses

Posting Komentar