lathif99

Walaupun Rasul Allah s.a.w. telah mengadakan perjanjian perdamaian dengan musyrikin Qureiys (Perjanjian Hudaibiyah), namun beliau berfikir, bahwa keamanan dan keselamatan kaum muslimin belum terjamin, selama masih ada kekuatan-kekuatan anti Islam yang bercokol di utara Madinah. Kekuatan itu ialah kaum Yahudi yang mempunyai beberapa benteng di Khaibar.

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, orang-orang Yahudi memang tidak dapat dipercaya kejujurannya dalam melaksanakan perjanjian perdamaian. Peristiwa pengkhianatan itu telah terjadi beberapa kali dilakukan oleh orang-orang Yahudi dari Banu Quraidah, Bani Qainuqa' dan Bani Nadhir.

Sekarang tibalah saatnya untuk mematahkan kekuatan terakhir kaum Yahudi, yang selama ini dirasakan sebagai duri di dalam daging. Tanpa membuang-buang waktu, Rasul Allah mempersiapkan pasukan sebanyak 1600 orang dan 100 pasukan berkuda guna diberangkatkan ke Khaibar. Setelah berjalan tiga hari tibalah pasukan muslimin di depan perbentengan Khaibar.


Mereka telah berada di depan benteng Natat.

Esok paginya pertempuran mati-matian mulai berkobar. 50 orang dari pasukan muslimin gugur dan dari fihak Yahudi lebih banyak lagi, termasuk pemimpin Yahudi Khaibar, yaitu Salam bin Misykam. Setelah Salam terbunuh pimpinan Yahudi dipegang oleh Harits bin Abi Zainab. Ia keluar dari benteng Na'im bersama sejumlah pasukan dengan maksud hendak menggempur kaum muslimin.

Pasukan Muslimin yang terdiri dari orang-orang Khazraj berhasil memukul mundur pasukan Harits sampai mereka masuk ke dalam benteng. Pasukan muslimin makin memperketat pengepungan atas beberapa benteng Khaibar. Pihak Yahudi bertahan mati-matian. Bagi mereka, jika kali ini kalah, berarti penumpasan terakhir Bani Israil di negeri Arab.

Pengepungan itu berlangsung selama beberapa hari. Untuk melancarkan serangan, Rasul Allah s.a.w. menyerahkan panji peperangan kepada Abu Bakar As Shiddiq r.a. Dengan tugas supaya menyerbu dan merebut benteng Na'im. Setelah terjadi pertempuran, Abu bakar r.a. kembali tanpa berhasil mendobrak benteng tersebut. Keesokan harinya, Rasul Allah s.a.w. menugaskan Umar Ibnul Khattab r.a. Iapun mengalami nasib yang sama seperti Abu Bakar Ash Shiddiq r.a.

Sekarang Imam Ali r.a. dipanggil oleh Rasul Allah s.a.w. seraya berkata: "Pegang panji ini dan bawa terus sampai Allah memberikan kemenangan kepadamu!"

Imam Ali r.a. berangkat membawa panji Rasul Allah s.a.w. Setibanya dekat benteng, penghuni benteng itu keluar serentak menghadapinya. Ketika itu juga terjadi pertempuran. Salah seorang Yahudi berhasil memukul Imam Ali r.a. sampai perisai yang ada di tangannya terpental.

Tetapi dengan gerakan kilat Imam Ali r.a. segera menjebol salah sebuah daun pintu yang ada di benteng dan dengan berperisaikan daun pintu itu terus menerjang dan menggempur. Akhirnya benteng itu dapat didobrak, dan daun pintu yang dipegangnya dijadikan jembatan. Dengan jembatan itu kaum muslimin menyeberang serentak dan menyerbu ke dalam benteng.

Kaum Yahudi bertahan mati-matian. Benteng Na'im itu baru jatuh sepenuhnya, setelah komandan pasukan Yahudi, Harits bin Abi Zainab mati terbunuh. Peristiwa pertempuran itu menunjukkan betapa uletnya kaum Yahudi bertahan, dan menunjukan pula tingginya semangat juang kaum muslimin dalam perang Khaibar. Dengan jatuhnva benteng Na'im, praktis tidak banyak lagi kesukaran bagi kaum muslimin untuk menjebol dan mengobrak-abrik benteng-benteng Khaibar lainnya yang masih tinggal, seperti benteng Qamus, benteng Sha'b dan lain-lain yang tidak seberapa kokoh.

Dengan jatuhnya semua benteng Yahudi di Khaibar, perasaan putus asa merayap di dalam hati mereka, kemudian mereka minta damai. Semua harta benda yang ada di dalam perbentengan diserahkan kepada Rasul Allah s.a.w. sebagai barang ghanimah, dengan syarat mereka diselamatkan. Rasul Allah s.a.w. menerima usul dan menyetujui permintaan mereka itu.

Mereka dibiarkan tetap tinggal di kampung-halaman mereka, mengerjakan tanah yang kini menjadi milik kaum muslimin. Sebagai imbalan mereka mendapat upah separuh dari hasil tanaman.



Jatuhnya Makkah

Belum sampai setahun Perjanjian Hudaibiyah berlaku, terjadi bentrokan senjata antara Bani Khuza'ah yang bersekutu dengan Rasul Allah s.a.w. dan Banu Bakr yang bersekutu dengan fihak Qureiys. Bentrokan itu terjadi akibat adanya seorang dari Banu Bakr yang mengejek-ejek Rasul Allah s.a.w. di depan seorang dari Banu Khuza'ah. Oleh orang dari Banu Khuza'ah, orang dari Banu Bakr itu dipukul. Gara-gara pemukulan itu, bergeraklah orang-orang Banu Bakr menyerang orang-orang Banu Khuza'ah. Permusuhan lama di antara dua qabilah itu memang sudah ada.

Dalam serangan itu, Banu Bakr dibantu langsung oleh musyrikin Qureiys, hingga jatuh korban tidak sedikit di kalangan Banu Khuza'ah. Untuk menanggulangi serangan Banu Bakr yang mendapat bantuan Qureiys, Banu Khuza'ah minta bantuan Rasul Allah s.a.w. Beliau menyatakan kesediaannya untuk membantu Banu Khuza'ah.

Mendengar ketegasan sikap Rasul Allah s.a.w. yang akan membantu Banu Khuza'ah, orang-orang Qureiys di Makkah cemas dan takut. Mereka mengirim Abu Sufyan ke Madinah untuk menghadap Rasul Allah s.a.w. Tujuan Abu Sufyan ialah untuk memperbaiki keadaan dan mengokohkan perjanjian Hudaibiyah.

Waktu Abu Sufyan menyampaikan permintaan untuk memperkokoh dan memperpanjang waktu berlaku perjanjian, Rasul Allah s.a.w. menolak. Abu Sufyan belum putus harapan. Ia menemui Abu Bakar r.a., kemudian Umar r.a. Dua-duanya juga menolak untuk membantu Abu Sufyan.

Abu Sufyan mencoba membujuk anak perempuannya sendiri, yang sudah menjadi isteri Nabi Muhammad s.a.w. Baru saja Abu Sufyan masuk dan belum sempat duduk, tikar segera digulung oleh Ummu Habibah, sambil berkata: "Ini tikar kepunyaan Rasul Allah. Ayah tidak boleh duduk di atasnya, sebab ayah orang musyrik dan kotor…"

Abu Sufyan belum putus asa. Dicobanya menemui Sitti Fatimah r.a., isteri Imam Ali r.a. Sitti Fatimah r.a. juga menolak untuk membantu Abu Sufyan. Persoalan datangnya Abu Sufyan itu disampaikan Sitti Fatimah r.a. kepada suaminya. Waktu bertemu dengan Abu Sufyan, Imam Ali r.a. berkata: "Mengenai persoalan itu Rasul Allah sudah mengambil pendirian tegas. Kami tidak dapat mengajaknya berbicara tentang itu..." Sekarang habislah harapan Abu Sufyan. Ia pulang ke Makkah dengan tangan kosong.

Di Madinah, Rasul Allah s.a.w. mempersiapkan kaum muslimin untuk siaga menghadapi peperangan. Setelah semua persiapan selesai, beliau berangkat memimpin pasukan muslimin berkekuatan 10.000 orang. Setibanya dekat Makkah kaum muslimin diperintahkan supaya setiap orang menyalakan obor, sehingga waktu malam di tengah gurun pasir terang benderang seperti siang.

Pada malam itu juga Abu Sufyan bersama sejumlah orang Qureiys berangkat ke luar kota Makkah untuk mencari informasi tentang keadaan kaum muslimin. Sejak beberapa waktu yang lalu ia tidak mendengarnya lagi, karena Rasul Allah s.a.w. dan para sahabatnya benar-benar merahasiakan rencana keberangkatan, agar jangan sampai diketahui oleh Qureiys sebelum tiba di Makkah.

Melihat ribuan obor menyala-nyala dari kejauhan, Abu Sufyan ketakutan. Ia berniat hendak kembali masuk kota sambil mempercakapkan ribuan obor dengan teman-temannya. Mereka sama sekali tidak mengerti maksudnya.

Pada malam hari itu juga Abbas bin Abdul Mutthalib keluar dari pemusatan pasukan muslimin mencari orang-orang dari kaum musyrikin Qureiys, untuk diberi tahu tentang kedatangan kaum muslimin dengan kekuatan yang besar. Dengan cara itu Abbas bermaksud hendak menekan kaum musyrikin Qureiys supaya menyerah sebelum kaum muslimin masuk ke dalam kota Makkah.

Waktu itu dari kejauhan Abbas mendengar sayup-sayup suara Abu Sufyan sedang bercakap-cakap dengan teman-temannya tentang obor yang ribuan jumlahnya. Ia mengenal baik suara Abu Sufyan. Dengan teriakan keras sekali Abbas memanggil-manggil: "Hai Abu Handhalah !"

Terdengar suara Abu Sufyan menyahut dengan teriakan bertanya: "Abu Fadhl…?"

"Ya," jawab Abbas.

"Demi ayah dan ibuku...., ada kabar apa? Tanya Abu Sufyan yang tampak agak terkejut
bercampur takut.

"Inilah Rasul Allah datang membawa pasukan yang tak mungkin dapat kalian hadapi!" Jawab Abbas menakut-nakuti Abu Sufyan.

"Lantas apa yang kau perintahkan kepadaku ...?" Abu Sufyan bertanya untuk mencari tahu apa yang diinginkan kaum muslimin. "Ayolah turut naik untaku!" teriak Abbas menghimbau.

Terdorong oleh ketakutannya, tanpa banyak berfikir lagi Abu Sufyan segera mendekati Abbas, lalu naik ke atas unta, duduk di belakang Abbas. Setibanya di depan Rasul Allah s.a.w., Abbas minta supaya beliau memberi jaminan keselamatan Abu Sufyan. Nabi Muhammad menjawab: "Pergilah. Dia kujamin keselamatannya sampai datang lagi besok pagi!"

Pagi-pagi Abbas datang rnembawa Abu Sufyan menghadap Rasul Allah. Kepada Abu Sufyan beliau bertanya setengah menegor dengan tandas: "Celakalah engkau, hai Abu Sufyan! Apakah belum juga engkau mengerti bahwa tidak ada tuhan selain Allah!"

"Demi ayah-ibuku", jawab Abu Sufyan. " Itu samasekali tidak ada dalam fikiranku!"
Mendengar jawaban seperti itu Abbas membentak Abu Sufyan: "Celaka sekali engkau! Ucapkan syahadat sebelum lehermu dipenggal!"

Melihat sikap Abbas sekeras itu barulah Abu Sufyan mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat pada saat kaum musyrikin Qureiys tidak berdaya lagi melawan kaum muslimin. Ucapan yang keluar dari hati yang tidak tulus.

Meskipun begitu Rasul Allah s.a.w. tetap bijaksana. Beliau memerintahkan Abbas pergi
membawa Abu Sufyan, dan ditahan di sebuah lembah yang akan dilalui pasukan muslimin dalam gerakan memasuki kota Makkah.

Gelombang demi gelombang, kelompok demi kelompok pasukan muslimin bergerak masuk ke Makkah. Dengan suara gemuruh mereka mengumandangkan takbir, bertahlil dan bersyukur ke hadirat Allah Tabaraka wa Ta'ala. Waktu Abu Sufyan melihat pasukan yang langsung dipimpin Nabi Muhammad s.a.w. lewat, yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, ia bertanya kepada Abbas tentang kelompok itu. Abbas menjelaskan: "Itu kelompok pasukan Rasul Allah..... Itulah beliau, Rasul Allah s.a.w… dan itulah mereka kaum Muhajirin dan Anshar…!"

"Hai Abu Fadl", kata Abu Sufyan yang nampak kagum terhadap kelompok pasukan itu, "putera saudaramu sudah menjadi raja yang hebat sekali!"

"Itu kenabian ....bukan kerajaan!" bentak Abbas menjelaskan.

"Oh . . . ya", sahut Abu Sufyan.
Pada saat itu ada dua orang dari kaum musyrikin Qureiys, Hakim bin Hizam dan Badil bin Warqa, datang menjumpai Rasul Allah s.a.w. untuk menyatakan diri masuk Islam. Kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat di depan beliau.

Pada saat mulai masuk kota Makkah, Rasul Allah s.a.w. mengeluarkan pernyataan yang berisi jaminan keselamatan bagi kaum Qureiys. Antara lain dikatakan: "Barang siapa masuk ke rumah Abu Sufyan (terletak di bagian atas kota Makkah), ia terjamin keselamatannya! Barang siapa masuk ke rumah Hakim bin Hizam (terletak di bagian bawah kota Makkah), ia terjamin keselamatannya. Barang siapa menutup pintu rumahnya dan tidak mengangkat senjata, ia terjamin keselamatannya…!"

Untuk menyebar-luaskan pernyataan itu kepada orang-orang Qureiys, Rasul Allah mengutus Abu Sufyan dan Hakim.

Setelah itu Rasul Allah s.a.w. masuk ke dalam kota Makkah. Semua pasukan muslimin yang datang melalui berbagai jurusan dipusatkan dalam kota, guna menghindari terjadinya konflik senjata dengan kelompok-kelompok musyrikin. Rasul Allah s.a.w. bertekad keras untuk jangan sampai ada setetes darah pun yang mengalir. Oleh karena itu beliau cepat-cepat memberhentikan Sa'ad bin Ubadah dari jabatannya sebagai komandan pasukan karena diketahui Sa'ad telah mengeluarkan pernyataan hendak menumpas orang-orang Qureiys; "Hari ini hari pertarungan. Hari ini wanita-wanita Qureiys boleh dirampas dan diperbudak!"

Sebagai gantinya, Rasul Allah s.a.w. mengangkat Imam Ali r.a. menjadi komandan pasukan. Setibanya dekat Ka'bah Rasul Allah s.a.w. berdiri di depan pintu sambil berseru kepada orang orang Qureiys: "Tiada Tuhan selain Allah tanpa sekutu apa pun juga. Dia telah memenuhi janji-Nya. Dia telah memenangkan hamba-Nya, dan Dia sendirilah yang telah mengalahkan pasukan Ahzab.

Ketahuilah, bahwa kemuliaan keturunan dan kekayaan terletak di bawah telapak kakiku.
Demikian pula pengurusan Ka'bah dan penyediaan air untuk jema'ah haji!"

"Hai orang Qureiys", kata Nabi Muhammad s.a.w. selanjutnya, "sesungguhnya Allah hendak menghapuskan adat jahiliyah dari kalian termasuk kebiasaan mengagung-agungkan nenek moyang.

Semua manusia berasal dari Adam dan Adam terbuat dari tanah."

"Hai manusia, Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang wanita, kemudian kalian Kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya bahwa Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal…" (S. Alhujurat: 13).

Selesai mengucapkan ayat tersebut, Rasul Allah s.a.w. bertanya: "Hai orang-orang Qureiys, apakah yang hendak kalian katakan? Apa yang kalian duga akan kuperbuat?"
Mereka menjawab serentak: "Kami harap kebaikan akan diperbuat oleh saudara yang mulia, putera dari saudara yang mulia."

Menanggapi jawaban mereka, Rasul Allah s.a.w. berkata lagi: "Yang kukatakan sama seperti yang dikatakan oleh saudaraku, Yusuf a.s.: Tak ada marabahaya menimpa kalian. Semoga Allah megampuni kalian, karena Dia adalah Maha Pengasih dan Penyayang. Pergilah, kalian semua bebas merdeka!"

Dengan kebijaksanaan seperti itu Rasul Allah s.a.w. mengetuk hati manusia untuk berbondongbondong memeluk agama Islam.

Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. menghancurkan berhala-berhala, dan menghapuskan dua buah gambar yang ada pada dinding Ka'bah dengan baju beliau sendiri. Kepada orang-orang Qureiys yang ada di sekitar tempat itu, beliau memerintahkan supaya menghancurkan berhala mereka masing-masing. Saat itu beliau mengucapkan sebuah ayat Al Qur'an, yang artinya: "Bilamana kebenaran telah tiba, musnahlah kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu pasti musnah." (S. Al Isra:81).

Dalam pekerjaan menghancurkan berhala-berhala itu, Imam Ali r.a. menyertai beliau. Ketika melihat sebuah berhala milik Banu Khuza'ah masih terletak di atas Ka'bah, Rasul Allah s.a.w. memerintahkan Imam Ali r.a. supaya menghancurkannya. Untuk dapat naik ke atas, Imam Ali r.a. beliau angkat. Kemudian berhala tersebut oleh Imam Ali r.a. dijebol dan dibanting ke tanah sampai hancur berkeping-keping.

Tengah hari berbondong-bondong kaum pria dan wanita Qureiys menghadap Rasul Allah s.a.w. untuk menyatakan diri memeluk Islam, dan berjanji akan taat dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dengan jatuhnya kota Makkah ke tangan Rasul Allah s.a.w., berarti hancurlah sudah benteng terkuat kaum musyrikin. Benteng yang paling keras dan paling gigih melancarkan seranganserangan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Dengan jatuhnya Makkah, kini kota itu telah masuk ke dalam pangkuan kaum muslimin.

Di Makkah, Rasul Ailah s.a.w. tinggal selama 15 hari untuk mengatur urusan pemerintahan setempat. Beliau mengangkat Hubairah bin Asy Syibl sebagai kepala daerah Makkah. Sedangkan Mu'adz bin Jabal ditugaskan mengajarkan A1 Qur'an dan hukumhukum Islam. Setelah selesai semuanya, beliau bersama pasukan menuju ke Taif untuk menghabisi kantong terakhir pertahanan kaum Musyrikin.




0 Responses

Posting Komentar